Mantan Pangeran Wales, Charles naik tahta menggantikan Ratu Elizabeth II. Adapun posisi raja selama ini adalah Ratu Elizabeth II.
Ceritahits.com - Mantan pangeran Wales berubah sebutan jadi Raja Charles III. Hal ini setelah Ratu Elizabeth II wafat.
Meninggalnya Ratu Elizbeth II langsung tersiar lewat rilis dari Istana Buckingham, atas meninggalnya ratu dalam sebuah pernyataan, Kamis (8/9/2022).
Posisi Charles sebagai raja perlu persetujuan secara de facto untuk menduduki tahta di dalam kerajaan, terutama dalam menjalankan pemerintahan.
Charles menurut Alan Mendoza, harus bisa mengambil sikap bersama perdana menteri maupun saat bertidak bersama parlemen dengan persetujuan raja.
Sementara Perdana Menteri (PM) Inggris Liz Truss terpilih kemarin, sudah mengampanyekan menyebut China sebagai ancaman akut.
Bahkan Rusia pun menilai terpilihnya Liz Truss sebagai PM Inggris, tidak akan mengubah sikap mereka terhadap Britania Raya.
"Charles harus berjalan dalam satu garis menjaga pendapat ketika nantinya menduduki tahta sebagai raja," ungkap Alan Mendoza, Direktur Eksekutif Henry Jackson Society.
Baca Juga: Aktor Inggris David Warner Meninggal di Usia 80, Berikut Karir dan Profil Pemain Star Trek
Ketegasan Charles memimpin Inggris sambung Alan sangat perlu. Meskipun setiap tahun raja mengeluarkan pidato saat berada di gedung parlemen. Tapi, pidato kerajaan itu jelas bersumber dari pemerintah.
"Makanya, sangat penting sekali kepala negara punya naluri, peran dalam melaksanakan pemerintahan walau pada dasarnya itu bertolak belakang dari usulan para menteri," jelas Alan Mendoza.
Kekuatan Raja di Pemerintah Lemah
Alan Mendoza menilai secara praktik raja memiliki kemampuan menolak kebijakan atau gagasan tertentu dari para menteri (pemerintah).
"Hanya saja praktik tersebut tidak terlaksana selama ini, dan saya rasa juga tidak terjadi dalam waktu dekat," cakapnya.
Kekuatan raja lemah terhadap pemerintah, terlihat jelas ketika mantan Perdana Menteri
Boris Johnson ingin menangguhkan pemerintah dari segala kebijakan strategis.
Sampai berujung pada pemilihan Perdana Menteri di Brexit. Ratu kata Mendoza, bisa saja menolak ajuan-ajuan seperti itu. Tetapi pada akhirnya tidak terlaksana.
Baca Juga: Intelijen Ini Klaim Rusia Belanja Peluru Artileri dan Roket Korea Utara
Direktur Eksekutif Henry Jackson Society menyebut, ini sangat tidak ortodok sekali. "Bisa saja akan terjadi krisis konstitusional jika seorang raja benar-benar menggunakan kekuasaan ini," katanya.
Bagaimana nasib Inggris kedepannya di tangan Raja Charles III, tentu sudah tidak dapat diragukan lagi, sebab negara-negara di dunia telah mengenalnya sejak menjabat sebagai Pangeran Wales selama beberapa dekade.
Posisi negara saat ini jangan diam, "Jika ia tetap diam dengan persoalan yang saat ini, perdana menteri dan para pemimpin dunia akan mengambil alih pemikirannya sang raja itu sendiri". (AP berkontribusi pada laporan ini).